Sabtu, 22 Maret 2014

KAMU . .... SAYANGKU



kamu masih menarik saja, entah kenapa hatiku masih terpenjara dalam dirimu meski sudah kucoba menyelami hati yang lain . setiap bualan yang kau ucap untukku terlihat begitu nyata. disana, iya disana seperti ada cahaya untuk kita bersama, ada jalan untuk kita melangkah, tapi entah mengapa pepohonan disekitar membawa angin yang begitu dahsyat hingga mampu menggoyahkan hatimu untuk berjalan bersamaku. harusnya kamu lihat aku yang selalu bertahan untuk kita, harusnya kamu genggam tanganku agar kita kuat melangkah. tapi kamu memilih berbalik arah sayang, kamu meninggalkanku hanya karena tiupan angin itu.
untuk kamu yang selalu terlihat tampan untukku, yang selalu memujiku, tapi memilih pergi sebelum kita melangkah, kamu pergi karena bisikan yang lain :( aku mencintaimu jauh sebelum  kamu menyadarinya, jauh sebelum kamu bersamanya, bahkan jauh sebelum kamu menatapku sayang ,...

Rabu, 26 Juni 2013

photoshop 2 :D (2 gambar jadi 1 )


Minggu, 23 Juni 2013

Let's Go Green

Sudah Go Green-kah kita?
Pertanyaan yang menjadi PR besar kepada kita agar senantiasa untuk mengajak serta siapa saja untuk melakukan kegiatan ini. Banyak dampak yang sudah kita rasakan, kampanye-kampanye ramai menyerukan untuk Go Green. Namun sudahkan kita secara continue untuk melakukannya?
Sebenarnya kita tidak perlu terlalu memikirkan apa aksi besar kita agar Go Green. cukup tindakan kecil namun membawa dampak besar bagi keberhasilan Go Green. Diantara kegiatan sederhana yang dapat kita lakukan antara lain :

  • menghantarkan sampah sampai ke tempat dimana sampah itu semestinya berada.
  • meminimalisisr penggunakan kantong plastik dalam kehidupan sehari-hari.
  • mematikan lampu apabila tidak diperlukan
  • gunakan air secukupnya
  • jika bepergian ke lokasi yang relatif dekat, sebisa mungkin menggunakan sepeda.
  • TANAM POHON...!
Dari kegiatan kecil ini, apabila dilakukan secara terus menerus, bukan tidak mungkin bumi kita hijau kembali...
Kalau bukan kita yang melakukan, siapa lagi?

Senin, 17 Juni 2013

REAKSI REDOKS PADA PEMERIKSAAN BENEDICT KUALITATIF


PENGANTAR
A.                 Reaksi Redoks

1.     Pengertian

Reaksi redoks adalah reaksi kimia yang disertai perubahan bilangan oksidasi atau reaksi yang di dalamnya terdapat serah terima elektron anatar zat.

2.     Contoh Reaksi Redoks
Contoh reaksi redoks adalah apabila batang tembaga dicelupkan dalam larutan perak nitrat, maka lapisan putih mengkilat akan terjadi pada permukaan batang tembaga dan larutan berubah menjadi biru.

Dalam hal ini bilangan oksidasi tembaga naik dari 0 menjadi +2 dan bilangan oksidasi perak turun dari +1 menjadi 0. Tembaga mengalami oksidasi dan perak mengalami reduksi. Persamaan reaksi antara keduanya dapat dituliskan sebagai berikut:
Cu (s) + 2 AgNO3 (aq) Cu(NO)3 (aq) + 2 Ag (s)
atau
Cu (s) + 2 Ag+ (aq) Cu2+ (aq) + 2 Ag (s)

Reaksi redoks ini sering dinyatakan dengan penulisan setengah reaksi secara terpisah, pelepasan elektron sebagai oksidasi dan penangkapan elektron sebagai reduksi:
Oksidasi: Cu (s)                        Cu2+ (aq)   +  2 e
Reduksi:  2 Ag+ (aq) + 2 e  
     2 Ag (s)


TINJAUAN PUSTAKA

B.     Test Glukosa Urine metode Benedict

1.    Pengertian

Tes glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/tidaknya glukosa dalam urine. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan penyaring dalam urinalisis.

2.    Tujuan

Tujuan dari tes ini adalah untuk mendiagnostik ada atau tidaknya glukosa di dalam urine.

3.    Dasar Teori

Pemeriksaan glukosa urine dengan tes reduksi atau menggunakan benedict ini memanfaatkan sifat glukosa sebagai pereduksi. Zat yang paling sering digunakan untuk menyatakan adanya reduksi adalah yang mengandung garam cupri. Reagen terbaik yang mengandung garam cupri adalah larutan Benedict.

Prinsip dari tes Benedict adalah glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi, bila urine mengandung glukosa, maka akan terjadi reaksi perubahan warna seperti yang dijelaskan di atas. Namun, bila tidak terdapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak akan terjadi dan warna dari benedict tidak akan berubah.



Perhatian
Tes reduksi ini tidak spesifik karena ada zat lain yang juga mempunyai sifat pereduksi seperti monosakarida (galaktosa, fruktosa, pentosa), disakarida (laktosa), dan beberapa zat bukan gula (asam homogentisat, formalin, salisilat kadar tinggi, vitamin C).

4.    Prosedur Kerja
·  Alat dan bahan
o Tabung reaksi
o Lampu spiritus/ water bath
o Rak tabung reaksi
o Penjepit tabung reaksi
o Reagen Benedict
·  Cara Kerja
o Siapkan alat dan bahan
o Masukkan 5 ml reagen Benedict ke dalam tabung reaksi
o Teteskan sebanyak 5-8 tetes urin ke dalam tabung tersebut
o Masukkan tabung tadi ke dalam air mendidi (water bath) selama 5 menit atau langsung dipanaskan di atas lampu spiritus selama 3 menit mendidih.
o Angkat tabung, kocok isinya dan bacalah hasil reduksi
·  Penilaian
o        -           : tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan agak keruh
o        +          : hijau kekuningan dan keruh ( sesuai dengan 0,5 - 1% glukosa)
o        ++        : kuning kehijauan atau kuning keruh (1 - 1,5% glukosa)
o        +++      : jingga atau warna lumpur keruh (2 - 3,5% glukosa)
o        ++++   : merah bata atau merah keruh ( > 3,5% glukosa)
Perhatian :

Dalam  membaca hasil harus segera setelah diangkat dan dikocok. Bila dibiarkan lebih lama, hasilnya akan lebih positif

Keterangan : Glukosa dan fruktosa memiliki sifat pereduksi sehingga warna benedict berubah. Sedangkan sukrosa tidak memperlihatkan perubahan berarti karena tidak punya sifat pereduksi. Pada gambar di atas sudah menunjukkan + 4 karena berwarna merah bata.

















PEMBAHASAN

Reaksi redoks adalah reaksi kimia yang disertai perubahan bilangan oksidasi atau reaksi yang di dalamnya terdapat serah terima elektron anatar zat. reaksi oksidasi adalah reaksi pengikatan oksigen, atau pelepasan hidrogen, atau pelepasan elektron. Sedangkan sebaliknya, reaksi reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen, atau pengikatan hidrogen, atau pengikatan elektron. Batasan lain yaitu bahwa reaksi oksidasi adalah reaksi penaikan bilangan oksidasi dan reaksi reduksi adalah reaksi penurunan bilangan oksidasi. Kedua reaksi ini selalu terjadi secara bersamaan, serentak, artinya ada spesies yang teroksidasi dan spesies lainnya tereduksi. Oleh karena itu, lebih tepat dinyatakan sebagai rekasi reduksi-oksidasi atau disingkat reaksi redoks.
Pada pemeriksaan glukosa urine metode Benedict kualitatif terjadi reaksi redoks antara reagen CuSO4 yang digunakan dengan glukosa dalam sampel urine
Benedict: CuSO4. 5H2O
glukosa: C6H12O6

Reaksi:

2 CuSO4.5H2O + C6H12O6  ----------------->  C6H12O7 + Cu2O + 2H2SO4 + 8 H2O

warna larutan yang tebentuk tergantung jumlah Cu2O yang terbentuk
Berdasarkan reaksi antara CuSO4 dengan glukosa dalam urine,
dimana CuSO4 berperan sebagai oksidator karena mengoksidasi glukosa dan mengalami proses reduksi dibuktikan dengan penurunan bilangan oksidasi dari CuSO4 menjadi Cu2O dimana ion Cu dari +2 menjadi +1
Sedangkan yang berperan menjadi rekduktor adalah glukosa yang terdapat dalam urine karena mereduksi CuSO4dan mengalami proses oksidasi dibuktikan dengan peningkatan bilangan oksidasi dari C6H12O6 menjadi C6 H12O7dimana ion O mengalami kenaikan bilangan oksidasi dari 0 menjadi 1/3



















KESIMPULAN

            Ternyata dalam pemeriksaan kimia klinik didapatkan contoh reaksii redoks yaitu pada pemeriksaan reduksi urine dengan metode benedict kualitatif.Dimana zat yang berperan sebagai reduktor adalah glukosa yang terdapat dalam urine,sedangkan yang berperan sebagai oksidator adalah CuSO4. Dibuktikan bahwa didalam reaksinya terdapat penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan diatas.
















DAFTAR PUSTAKA

                  2.     http://books.google.co.id  Mudah dan Aktif Belajar Kimia 

                      Oleh Yayan Sunarya & Agus S    

                  3. Gandasoebrata, R. 2008. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat                                        


Sabtu, 15 Juni 2013

trying to understand about photoshop 1 :D



Jumat, 14 Juni 2013

makalah parasitologi hubungan cacing helminth dengan kesejahteraan manusia


HUBUNGAN INFEKSI CACING HELMINTH DENGAN KESEJAHTERAAN MANUSIA



Disusun oleh :
Emi Endraswati
A102.08.023
Reguler 1B1




AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2013








PENDAHULUAN
Salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat adalah infeksi cacingan yang dapat terjadi pada semua kelompok umur. Pembangunan dalam segala bidang yang dilakukan oleh pemerintah saat ini guna meningkatkan kualitas sumber daya alam takkan berarti banyak jika masih banyak masyarakat yang memiliki masalah kesehatan seperti cacingan. Banyak masyarakat yang terinfeksi cacing dikarenakan kondisi lingkungan atau sanitasi yang kurang baik.

Indonesia adalah Negara berkembang yang masih banyak memiliki masalah kesejahteraan rakyatnya, kepadatan penduduk, kebiasaan hidup yang buruk, dan sanitasi lingkungan yang tidak baik dapat mempermudah penyebaran infeksi cacing di masyarakat.  Masyarakat yang tidak sejahtera secara ekonomi maupun sosial seperti diatas akan mudah terinfeksi caxing Helminths, dan manusia yang terinfeksi cacing Helminths sudah tentu tidak sejahtera hidupnya karena dapat mempengaruhi kesehatan fisiknya sehingga kegiatan atau aktifitas seperti bekerja menjadi terganggu dan dapat pula menurunkan produktifitas kerja mereka yang berakibat kesejahteraan mereka menurun. Untuk selengkapnya akan dibahas dalam makalah ini pada bab selanjutnya mengenai factor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyebaran infeksi cacing, cacing Helminthes apa saja yang sering menginfeksi manusia, dan hubungan infeksi cacing tersebut dengan kesejahteraan manusia.






PEMBAHASAN

A.    Infeksi Cacingan
Adalah penyakit yang  ditularkan melaui makanan dan minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penyebarannya yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus ) (Jawetz,at al, 1996).
Infeksi cacingan banyak ditemukan pada anak-anak terutama pada anak usia sekolah dasar, yang dapat mengganggu pertumbuhan dan kecerdasan mereka.
B.    Epidemiologi
1.     Ascaris lumbricoides
Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis. Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus terbesar. Angka kejadiannya di dunia lebih banyak dari cacing lainnya, diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi dengan cacing ini. Hal ini disebabkan karena telur cacing ini lebih tahan terhadap panas dan kekeringan. Tidak jarang ditemukan infeksi campuran dengan cacing lain. Manusia dapat terinfeksi dengan cara menelan telur cacing Ascaris lumbricoides yang infektif (telur yang mengandung larva). Di daerah tropis, infeksi cacing ini mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat, dan anak lebih sering terinfeksi. Pencemaran tanah oleh cacing lebih sering disebabkan oleh tinja anak. Perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena berbeda dalam kebiasaan, aktivitas dan perkembangan imunitas yang didapat. Prevalensi tertinggi Ascariasis di daerah tropis pada usia 3–8 tahun.
a)    Morfologi Cacing dewasa
Cacing berwarna putih atau merah muda. Cacing ini dapat langsung diidentifikasikan karena ukurannya yang besar, yaitu cacing jantan 10–31 cm dengan diameter 2–4 mm, betina 22–35 cm, kadang-kadang sampai 39 cm dengan diameter 3–6 mm. Pada kepala terdapat tiga bibir, satu yang lebar di medio dorsal dan sepasang di ventro lateral. bagian anterior tubuh, mempunyai dentakel-dentakel halus. Ujung posterior cacing jantan melengkung kearah ventral dan sepasang spikulum terdapat dalam sebuah kantong. Vulva cacing betina letaknya di tengah ventral dekat perbatasan bagian anterior dan bagian tengah.
b)      Telur
Telur yang dibuahi besar dan berbentuk lonjong dengan ukuran 45–75 mikron x 35–50 mikron. Pada waktu dikeluarkan dalam tinja telur belum membelah. Dengan adanya mamillated outer coat, telur ini dapat bertahan hidup karena partikel tanah melekat pada dinding telur yang dapat melindunginya dari kerusakan. Telur yang tidak dibuahi yang ditemukan dalam tinja berukuran 88–94 mikron x 44 mikron. Telur yang tidak dibuahi dihasilkan oleh cacing betina yang tidak dibuahi atau cacing yang masih muda dan belum lama mengeluarkan telur. Isi telur yang tidak dibuahi terdiri atas granula dengan berbagai ukuran dan tidak teratur. Dinding telur yang lebih bujur ini, lebih tipis dari dinding telur yang dibuahi.
c)         Siklus hidup.
Siklus hidup ascaris dimulai dari telur yang dihasilkan oleh cacing betina dewasa di dalam usus manusia, dan dikeluarkan melalui feses. Manusia merupakan satu-satunya hospes defenitif. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan 100.000–200.000 telur perhari, yang terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Dengan kondisi yang menuntungkan seperti udara yang hangat, lembab, tanah yang terlindung dari matahari, embrio akan berubah menjadi larva di dalam telur dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Telur yang infektif bila tertelan oleh manusia dindingnya akan mulai dicernakan di lambung, selanjutnya telur masuk ke duodenum. Perbedaan keasaman cairan lambung dan duodenum akan melemahkan dinding telur serta merangsang pergerakan larva yang terdapat didalamnya sehingga dinding telur pecah dan larva keluar. Larva akan menembus dinding usus dan menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan melalui sirkulasi portal masuk ke hepar, kemudian ke jantung dan paru-paru. Di paru-paru larva menembus dinding pembuluh darah dan dinding alveolus, masuk kerongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan rangsangan batuk. Adanya rangsangan batuk ini menyebabkan larva tertelan ke esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa diperlukan waktu lebih kurang 3 bulan, cacing dewasa dapat hidup di usus halus selama 1 tahun di usus halus.
d)      Gejala klinik
Dalam perjalanan larva melalui hati dan paru-paru biasanya tidak menimbulkan gejala. Bila jumlah larvanya cukup besar dapat menimbulkan tanda-tanda pneumonitis. Ketika larva menembus jaringan paru–paru masuk ke dalam alveoli, mungkin terjadi sedikit kerusakan pada epitel bronkhial. Dengan terjadinya reinfeksi dan migrasi larva berikutnya, jumlah larva yang sedikitpun dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat. Reaksi jaringan yang hebat dapat terjadi di sekitar larva di dalam hati dan paru-paru, disertai infiltrasi eosinofil, makrofag, dan sel sel epiteloid. Keadaan ini disebut sebagai pneumonitis Ascaris yang dapat disertai reaksi alergi seperti dispnea, batuk kering atau produktif, mengi, demam. Terdapatnya cacing dewasa dalam usus biasanya tidak menyebabkan kelainan kecuali bila jumlahnya banyak sekali, meskipun demikian, karena kecenderungan cacing dewasa untuk bermigrasi, seekor cacingpun dapat menimbulkan kelainan serius. Migrasi cacing dapat terjadi karena rangsangan seperti demam, penggunaan anestesi umum. Migrasi ini dapat menimbulkan obstruksi usus masuk ke saluran empedu, saluran pankreas. Dapat juga bermigrasi keluar melalui anus, mulut atau hidung.
. 2. Trichuris trichiura
Infeksi oleh cacing ini disebut trichuriasis. Diperkirakan sekitar setengah milyar kasus diseluruh dunia. Trichuriasis paling sering terjadi pada masyarakat rural yang miskin dimana fasilitas sanitasi tidak ada.Prevalensi infeksi berhubungan dengan usia, tertinggi adalah anak-anak usia sekolah. Penularan terjadi melalui kontaminasi tangan, makanan atau minuman.

a)    Morfologi. Cacing dewasa.
Cacing dewasa berwarna merah muda, melekat pada dinding sekum dan pada dinding apendiks, kolon atau bagian posterior ileum. Bagian tiga perlima anterior tubuh adalah langsing, dan bagian posterior tebal, sehingga menyerupai cambuk. Cacing jantan berukuran 30–45 mm dengan bagian kaudal melingkar. Cacing betina berukuran 35–50 mm dan ujung posteriornya membulat.
b)        Telur.
Telur cacing cambuk berukuran 30–54 x 23 mikron, berbentuk seperti tempayan (gentong) dengan semacam tutup yang jernih dan menonjol pada kedua kutupnya. Kulit bagian luar bewarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Sel telur yang dibuahi pada waktu dikeluarkan dari cacing betina dan terbawa tinja ke luar tubuh manusia, isinya belum bersegmen. Di dalam tanah, memerlukan sekurang-kurangnya 3–4 minggu untuk menjadi embrio. Cacing betina dapat mengeluarkan telur sebanyak lebih kurang 4000 telur per hari. Keadaan udara yang lembab perlu untuk perkembangannya.
c)       Siklus hidup.
Manusia merupakan hospes defenitif utama pada cacing cambuk, walaupun kadang kadang terdapat juga pada hewan seperti babi dan kera. Bila telur berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif keluar melalui dinding telur yang tak kuat lagi, masuk kedalam usus bagian proksimal dan menembus vili usus. Di dalam usus dapat menetap selama 3–10 hari. Setelah menjadi dewasa cacing turun kebawah ke daerah sekum. Suatu struktur yang menyerupai tombak pada bagian anterior membantu cacing itu menembus dan menempatkan bagian anteriornya yang seperti cambuk kedalam mukosa usus hospesnya. Di tempat itulah cacing mengambil makanannya. Masa pertumbuhan, mulai dari telur tertelan sampai menjadi dewasa lebih kurang 30–90 hari. Cacing betina dewasa dapat memproduksi 2000–6000 telur/hari. Cacing dewasa dapat hidup untuk beberapa tahun.
d)        Gejala klinik
Perkembangan larva Trichuris trichiura di dalam usus biasanya tidak memberikan gejala klinik yang berarti walaupun dalam sebagian masa perkembangannya larva memasuki mukosa intestinum tenue. Proses yang berperan dalam menimbulkan gejala yaitu trauma oleh cacing dan dampak toksik. Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing ini membenamkan kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap pada sekum.Gejala pada infeksi ringan dan sedang anak menjadi gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, bisa dijumpai nyeri epigastrik, muntah, kontipasi, perut kembung. Pada infeksi berat dijumpai mencret yang mengandung darah, lendir, nyeri perut, tenesmus, anoreksia, anemia dan penurunan berat badan. Pada infeksi sangat berat bisa terjadi prolapsus rekti.
3.  Cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus).
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus ditemukan di daerah tropis dan sub tropis. Manusia merupakan penjamu primer untuk cacing ini. Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah kelembaban sedang dengan suhu berkisar 23 – 33 0 celcius. Morbiditas infeksi cacing tambang terutama terjadi pada anak-anak. Manusia mendapat infeksi dengan cara tertelan larva filariform ataupun dengan cara larva filariform menembus kulit. Pada Necator americanus  infeksi melalui kulit lebih disukai, sedangkan pada Ancylostoma duodenale  infeksi lebih sering terjadi dengan tertelan larva.
a)  Morfologi  Cacing dewasa
Bentuk cacing dewasa kecil, silindris. Cacing jantan berukuran 5–11 mm x 0,3–0,45 mm, dan cacing betina 9–13 mm x 0,35–0,6 mm Ukuran Ad sedikit lebih besar dari Necator americanus.
b) . Telur cacing.
Na dapat menghasilkan 10.000–20.000 telur setiap harinya, sedangkan Ad 10.000–25.000 telur perhari. Ukuran telur Na adalah 64–76 mm x 36–40 mm dan Ad 56–60 mm x 36–40 mm. Telur cacing tambang terdiri dari satu lapis dinding yang tipis dan adanya ruangan yang jelas antara dinding dan sel di dalamnya.
c). Siklus hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes defenitif dari kedua cacing tambang ini. Siklus hidup cacing terdiri atas tiga tahap yaitu telur, larva, dan cacing dewasa. Cacing tambang melekat pada mukosa usus halus dengan rongga mulutnya. Telur yang dikeluarkan bersama tinja menjadi matang dan mengeluarkan larva rhabditiform dalam waktu 1–2 hari pada suhu optimum. Dalam waktu 3–4 hari larva rhabditiform menjadi larva filariform yang infektif dan dapat menembus kulit manusia. Bila larva menembus kulit manusia akan mengikuti aliran limfe atau pembuluh kapiler dan dapat mencapai paru-paru. Larva akan naik ke bronkus dan trakea, akhirnya masuk ke usus dan menjadi dewasa. Migrasi melalui darah dan paru-paru berlangsung selama satu minggu, sedangkan siklus dari larva menjadi dewasa berlangsung 7–8 minggu.
d ) Gejala klinik
Gejala klinik dapat ditimbulkan cacing dewasa atau larvanya. Bila larva infektif menembus kulit dapat terjadi gatal-gatal. Bila jumlah larva infektif yang masuk banyak , maka dalam beberapa jam saja akan terjadi reaksi alergi terhadap cacing yang menimbulkan warna kemerahan, berupa panel yang dapat menjadi vesikel. Reaksi ini disebut “ground itch”. Bila larva infektif Ancylostoma duodenale tertelan, maka sebahagian akan menuju ke usus dan tumbuh menjadi dewasa. Sebahagian lagi akan menembus mukosa mulut, faring dan melewati paru - paru seperti larva menembus kulit. Cacing dewasa Necator americanus yang menghisap darah penderita akan menimbulkan kekurangan darah sampai 0,1 cc per hari, sedangkan seekor cacing dewasa Ancylostoma duodenale dapat menimbulkan kekurangan darah sampai 0,34 cc per hari. Akibat anemia tersebut maka penderita tampak pucat. Berat ringannya anemia tentu juga dipengaruhi oleh keadaan kesehatan secara umum dan nutrisi penderita. Di negara-negara tropis umumnya sumber ferrum dalam makanan berupa sayur-sayuran dan buah buahan, hal ini menyebabkan absorpsi ferrum kurang bila dibandingkan dengan absorpsi dari sumber produk hewani
C.    Diagnosis kecacingan
Untuk mendiagnosis kecacingan banyak cara dan tehniknya, cara yang lazim ialah memeriksa tinja segar dengan membuat sediaan langsung (direct smear). Untuk pemeriksaan ini sebaiknya jangan diambil tinja yang sudah kering atau yang lama (lebih dari 24 jam) karena telur cacing tambang dalam tinja yang agak basah dalam waktu itu akan menetas dan sukar diidentifikasi. Cara yang dianjurkan internasional adalah cara Kato Katz, yaitu sediaan tinja ditutup dan diratakan dibawah “cellophane tape” yang sudah direndam dalam larutan hijau malachit (malachite green) supaya dapat efek penjernihan (clearing)
D.    Dampak cacingan bagi tubuh manusia
Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbs) dan metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain itu dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Semakin banyak cacing dalam tubuh maka dampak yang ditimbulkan semakin berat.

E.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Cacing
1.     Perilaku
Perilaku merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan lain-lain.gejala-gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi pengalaman, keyakinan, fasilitas dan factor social buadaya yang ada di lingkungannya (Notoatmodjo,2003).
Perilaku masyarakat untuk buang air besar disembarang tempat dan kebiasaan untuk tidak memakai alas kaki mempunyai intensitas infeksi cacing, dengan pola transmisi infeksi cacing tersebut pada umumnya terjadi di dekat rumah (Bakta1995). Kebiasaan buang air besar yang menetap ternyata menyebabkan tingginya infeksi “Soil-Transmited Helminths”
2.     Pengetahuan
Salah satu factor yang dapat menyebabkan terjadinya penularan infeksi cacing adalah kurangnya pengetahuan tentang infeksi cacingan. Penelitian Wachidanijah (2002) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan makin tinggi pengetahuan maka makin baik perilaku hidup sehatnya.
3.     Kebersihan diri (Hygine Perorangan )
Usaha kesehatan pribadi (Hygine perorangan ) adalah daya upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri, meliputi : memelihara kebersihan, makanan yang sehat, pola hidup teratur, meningkatkan daya tahan tubuh dan jasmani, menghindari penyakit, meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah.
Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan dan perilaku individu yang  tidak sehat. Penduduk miskin dengan kebersihan diri yang buruk mempunyai kemungkinan yang besar untuk terinfeksi semua jenis cacing (Brown, 1989)
4.     Faktor Lingkungan
Factor lingkung atersebut adalah meliputi factor lingkungan fisik, ekonomi , social dan budaya.status sehat akan tercapai bila keempat factor tersebut dalam kondisi yang optimal. Dalam penanggulangan cacingan, pengawasan sanitasi air dan minuman sangat penting, karena penularan cacing terjadi melalui penularan air atau makanan yang terkontaminasi telur atau larva infektif (Riyadi, 1984). Pembuangan kotoran, air buangan dan sampah serta pemeliharaan lingkungan rumah juga penting untuk penanggulangan penyebaran cacing. Tidak tersedianya jamban, air yang kurang bersih serta adanya sampah yang berserakan dapat mepermudah penyebaran penyakit termasuk cacingan
F.     Hubungan Infeksi Cacing Helminth Terhadap Kesejahteraan Manusia
Menurut hasil pendataan keluarga yang dilakukan pada tahun 1995, sekitar 56% dari 39,4 juta keluarga di Indonesia masih berada dalam tahap tertinggal atau keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I. Mereka ini adalah keluarga yang belum atau baru sekedar dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup. Pendapatan nasional perkapita penduduk Indonesia pada tahun 2000 dilaporkan sebesar US $ 709. Angka ini sudah meningkat bila dibandingkan tahun 1999 (US $ 621) dan tahun 1998 (US $ 477). Namun masih jauh di bawah pendapatan nasional perkapita pada masa sebelum krisis ekonomi tahun (tahun 1997 US $ 1063 & tahun 1996 US $ 1124).
Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic needs) dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan pokok ada dua yaitu kebutuhan atau konsumsi individu (makan, perumahan, pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan dan pendidikan). Pitomo Sundoyo menyatakan bahwa Samir Radwan dan Torkel Alfthan mengatakan, keperluan minimum seorang individu atau rumah tangga adalah: makan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi, transportasi, partisipasi dalam masyarakat. Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat melalui besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga yang bersangkutan. Hasil Susenas juga menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan penduduk semakin tinggi pula persentase atau porsi pengeluaran untuk barang bukan makanan (semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan)
Status sosial ekonomi berdasarkan BKKBN:
ü  Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan , pangan, sandang, papan .
ü  Keluarga sejahtera I adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
ü  Keluarga sejahtera II adalah keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
ü  Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur pada masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
ü  Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangannya serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
Salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang tidak kurang pentingnya adalah infeksi cacing usus. Cacing usus umumnya tergolong nematoda dan penularannya perantaraan tanah (soil transmitted helminths). Tanah tergolong hospes perantara atau tuan rumah sementara, tempat perkembangan telur-telur atau larva cacing sebelum dapat menular dari seorang kepada orang lain. Penularannya sebagian melalui mulut menyertai makanan atau minuman, sebagian lagi larvanya menembus kulit memasuki tubuh. Cacing - cacing usus yang merupakan persoalan kesehatan masyarakat di Indonesia mencakup 4 spesies utama yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale.
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa penyebaran atau penularan infeksi cacingan dapat disebabkan oleh berbagai factor seperti perilaku, pengetahuan, kebersihan diri dan kebersihan lingkungan. Dan tidak semua keluarga dapat memenuhi hal tersebut dengan baik. Semakin sejahtera hidup manusia maka semakin kecil kemungkinan terinfeksi cacing karena mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan baik termasuk kebutuhan akan hidup sehat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Alemina Ginting (2002), Pada kelompok anak yang menderita kecacingan umumnya berasal dari keluarga sejahtera I (46,4%), Dijumpai hubungan bermakna antara pendidikan ayah pada kelompok anak yang terinfeksi cacing dan yang tidak terinfeksi. Pada kedua kelompok anak yang terinfeksi cacing dan yang tidak terinfeksi pendidikan ayah yang terbanyak adalah sekolah dasar (masing masing 36,9% dan 30,6%). Tidak ada ayah yang berpendidikan akademi pada kelompok anak yang terinfeksi. Pendidikan ayah pada dua kelompok yang tertinggi adalah sarjana masing masing 2,4% pada anak yang terinfeksi cacing dan 8,3% pada anak yang tidak terinfeksi.
Kondisi keluarga yang sejahtera secara ekonomi, social dan budaya dapat menjamin kebutuhan gizi yang sesuai bagi keluarga, perilaku hidup sehat, lingkungan rumah yang sehat sehingga infeksi cacing Helminth dapat dicegah. Dan kehidupan keluarga yang tidak sejahtera secara ekonomi, social dan budaya seperti keluarga prasejahtera dan sejahtera I belum dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan gizi, dan pola hidup sehat mereka dengan baik sehingga kemungkinan infeksi menjadi lebih besar.
Menyadari akibat yang dapat ditimbulkan oleh gangguan parasit terhadap kesejahteraan manusia, maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian penyakitnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang kehidupan organisme parasit yang bersangkutan selengkapnya.






















PENUTUP

A.    Kesimpulan
Infeksi cacing Helminth dapat mempengaruhi kesejahteraan manusia,keduanya memiliki hubungan bolak-balik. Karena infeksi cacing Helminth pada manusia dapat menurunkan kondisi fisik mereka, seperti yang terurai diatas bahwa cacing tersebut akan menyerap nutrisi, glukosa bahkan darah pada manusia sehingga manusia akan kekurangan gizi dan darah yang berakibat sakit. Manusia yang sakit akan menurunkan produktifitas kerja atau belajar, sehingga manusia menjadi kurang sejahtera. Dan dapat berlaku sebaliknya, manusia yang hidup kurang sejahtera seperti keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I menurut BKKBN dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi cacing Helminth. Karena keluarga tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka secara sempurna, dan hidup pada kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga kesehatan keluarga juga tidak baik. Maka untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, salah satu caranya adalah dengan menjga kebersihan diri dan lingkungan serta pola hidup yang sehat.
B.    Saran
1.     Sebaiknya manusia lebih menjaga kebersihan diri, keluarga, dan lingkungan sekitar
2.     Sebaiknya mempelajari lebih banyak tentang infeksi cacing, baik penularannya maupun pencegahannya
3.     Diperlukan sarana hidup yang lebih baik, perilaku hidup yang sehat serta kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan perlu ditingkatkan untuk pemberantasan dan pengendalian kecacingan.


DAFTAR PUSTAKA

Tesis oleh Salbiah 057023018/AKK.2008. Hubungan Karakteristik Siswa dengan Sanitaasi Lingkungan dengan Infeksi Cacingan Siswa SD di Kecamatan Medan Belawan. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sri Alemina Ginting.2003.Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Cacingan pada Anak SD di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
(hasil penelitian )